Senin, 11 Desember 2017

Cerita BTS ultra 2017 - Oki Budi Atmojo



Event ini saya mulai dengan persiapan yang sangat minim, hanya easy run setiap 2 hari sekali dan sesekali trail running ke bukit-bukit di kaki Gunung Welirang. Dan tidak kalah ribet adalah urusan pekerjaan yg harus keluar kota hingga H-1, serta seminggu sebelum hari H cidera lutut yang sudah 5 tahun lewat "datang" lagi. Tapi itu semua tidak bisa jadi alasan untuk mengurungkan niat ikut race ini.

Start dari Hotel Lava View jam 6 pagi, langsung saya tancap gas untuk menghindari macet di tanjakan B29 tapi awal yg terlalu "ngoyo" itu adalah strategi yg salah untuk lutut kiri saya yg masih bermasalah. Menjelang turunan lautan pasir lutut kiri saya terasa nyeri kembali, oke stop dulu... berhenti sejenak... kurangi pace... dan terjebak macet.

Sampai di WS B29 jam 08.15 pagi, hanya minum air putih dan langsung saya tancap gas ke WS2 di Jemplang sejauh 9 Km. Saya melewati bukit Ider-ider dengan komposisi 40% easy run dan sisanya power walk. Memasuki jalan aspal lutut semakin menjadi-jadi namun saya terus bertahan sampai tiba di WS Jemplang. Disini saya sempat terpikir untuk Did Not Finish (DNF), namun akhirnya saya memutuskan untuk istirahat lebih lama saja di Jemplang sambil menikmati coca cola, semangka, isotonic dan pisang. 

Setelah sekitar 30 menit, saya melanjutkan kembali menuju lautan pasir dan saya masih optimis untuk ngebut di turunan Jemplang. Tapi kembali lagi, strategi ngebut ini menjadi bumerang karena lutut terasa nyeri lagi. Setelah melewati bukit teletubbies saya memutuskan untuk jalan saja, entah nanti over Cut Off Time (COT) atau under COT, saya tidak memaksakan diri dengan kondisi lutut yg tidak 100%.

Tepat di Kawah Bromo jam sudah menunjukan pukul satu siang, tanda batas waktu untuk finish/COT sudah habis. Oke, waktu sudah habis tapi apa yang dimulai harus diselesaikan, dengan digoda mas-mas ojek mulai dari tarif 75 ribu sampai menjelang tanjakan terakhir cuman 10 ribu, NO! I'm not finished yet! Akhirnya pukul 2 siang saya sampai di garis finish.... Next year, semoga bisa remidi dan lutut sudah sembuh, dan latihan lebih keras lagi!!!!

I will stop when i'm done, not when i'm failed!!!!


NB : perlu diperhatikan ketika tidak fit, dont push to hard!!!

Cerita BTS ultra 2017 - Qhaqul Fikri

Photo by Hanny Wijaya

Ini merupakan pertama kalinya saya mengikuti event trail run. Jauh-jauh hari sudah dapat informasi kalau kategori 30K ini biasanya tidak banyak yang bisa finish sebelum Cut Off Time (COT). Hal tersebut lumayan membuat kaki saya keder dan seminggu sebelum race saya juga selalu terbayang-bayang akan over COT.

Pada hari H, sempat terserang diare saat dini hari namun alhamdulillah bisa mampet sebelum start. Mengawali start di posisi tengah menyelamatkan saya dari antrian panjang di tanjakan B29, dan sesuai dengan rencana saya tiba di WS B29 pada jam 07.30. Kemudian saya lanjut menyusuri ider-ider, dengan jalan yg lumayan tidak terlalu banyak tanjakan sehingga bisa sampai di WS Jemplang tepat jam 09.00.

Setelah makan buah+cola dan mengisi ulang vest, saya langsung melanjutkan perjalanan saya turun ke lautan pasir. Disini saya menghabiskan banyak waktu untuk menyusuri lautan pasir ini, karena tidak bisa dibuat lari, alhasil hanya bisa jalan cepat utk mengejar waktu. Jam 11.00 akhirnya bisa mulai menyusuri kejamnya rute gumuk pasir sampai ke anak tangga bromo dan akhirnya jam 12.40 saya bisa mengambil gelang di Puncak Bromo setelah menyusuri ratusan anak tangga dengan kedua paha kram.

Setelah gelang di tangan dan waktu tersisa cuma 1 jam 20 menit, saya harus menyelesaikan 2 km terakhir dengan jalan cepat tanpa bisa lari sama sekali dan sudah menunggu di depan tanjakan terakhir sepanjang 700 meter menuju lava view. Alhamdulillah, saya bisa meyelesaikan kategori ini dengan waktu 6 jam 15 menit dan dengan kedua paham kram semenjak naik - turun bromo.

Cerita BTS Ultra 2017 - Ari Masrudy



Did Not Finish (DNF), alasan yg paling bagus adalah karena kurangnya latihan untuk race BTS Ultra 2017. Mengawali race di barisan tengah dan dapat menyusul peserta lain sampai dengan urutan ketiga, tepatnya di Pos 3 pendakian jalur Semeru. Awalnya kaki masih baik-baik saja sampai turunan Oro-oro Ombo, kemudian naik ke Pos Kalimati barulah saya merasakan nyeri yang luar biasa di lutut kanan dan tulang kering di kaki kiri. 

Turun kembali dari Pos Kalimati dan sesampainya di WS Ranu Kumbolo, saya berhenti untuk makan sambil tetap menahan rasa sakit sekitar 15 menit. Setelah itu, saya lanjut melewati jalur Ayak-ayak dan saat menuruni ayak2 inilah kaki sudah tidak bisa digunakan lagi. Akhirnya saya terpaksa mencari kayu untuk membantu berjalan, karena tidak mungkin memutuskan berhenti di tengah hutan, dan dengan perlahan saya terus berjalan sampai Desa Ngadas.

Tepat pukul 9 pagi saya memutuskan untuk tidak melanjutkan race di km 50, karena kondisi kaki saya dibuat untuk jalan saja sudah sangat sakit. Beruntung di Desa Ngadas saya bertemu dengan teman-teman dari komunitas Jatirun dan dengan sigap mereka membantu meng-evakuasi saya ke WS Jemplang.

Masih banyak waktu yang tersisa sebenarnya untuk tetap melanjutkan sampai finish, tapi kali ini saya tidak akan memaksa lebih jauh lagi. Kesehatan jauh lebih penting dan kesempatan untuk mengikuti race ini juga akan selalu ada di tahun-tahun yang akan datang.

Sampai ketemu di race BTS Ultra tahun depan.

Salam dari peserta DNF ✌

Selasa, 31 Oktober 2017

Mojopahit Runners

Kelahiran Mojopahit Runners

Semua bermula pada malam 20 Mei 2015 yang hangat dan tampak biasa-biasa saja. Lampu-lampu taman menyala warna-warni dan orang-orang duduk santai di bangku-bangku panjang di bawah cahayanya. Sebagian bersama pasangan, sebagian bersama teman, dan sebagian lainnya hanya sendirian saja menghisap rokok sambil dengan khusyuk memaknai tiap semburan air mancur yang keluar dari dalam kolam yang mengelilingi tugu kota. Para orang tua, sambil sesekali memeriksa layar ponselnya,  menikmati keceriaan anak-anaknya yang sedang berlarian atau bersepatu roda atau sekadar bermain balon sabun di atas lahan berpaving. Tidak jauh dari mereka, para remaja mengapresiasi kerupawanan diri sendiri dengan cara berswafoto dengan latar belakang seni instalasi yang tersedia di sudut-sudut taman. Semua adalah pemandangan yang biasa ditemui ketika memasuki area alun-alun Kota Mojokerto.

Yang tampak tidak biasa, mungkin adalah pemandangan 2 orang yang sedang melakukan peregangan di porta nord (gapura utara) alun-alun. Menarik, mengingat itu adalah jam pulang kerja dan orang kebanyakan akan lebih memilih melepas lelah daripada mencari keringat tambahan. Dua orang yang anomali itu adalah big bro Wiedho Widiantoro dan komrad Bhayu Aji. Mereka berkenalan di grup Facebook Indorunners beberapa hari sebelum memutuskan untuk berlari bersama malam itu. Big bro Wiedho sedang mencari kawan berlari untuk mempersiapkan fisik sebelum melakukan summit ke puncak Mahameru. Sementara Komrad Bhayu Aji dari awal memang mencari kawan dengan hobi yang sama, yakni lari jarak menengah dan jauh. 

Dengan tidak mengambil pusing tatapan aneh orang-orang, mereka berdua mulai berlari menyusuri Jalan Hayam Wuruk, melintasi kawasan Jogging Track, menerabas Jalan Letkol Sumarjo dan berbelok ke Jalan A. Yani, lantas kembali ke alun-alun. Jarak tempuh malam itu tidak sampai 2 Km karena keduanya sama-sama sudah lama tidak berlari, namun lari malam itu menjadi fondasi awal dari kegiatan rutin yang sampai saat ini tetap berjalan : Monday Night Run (MNR) dan Wednesday Night Run (WNR).

Malam itu juga, pada tanggal 20 Mei yang tidak mendung, mereka membuat semacam komitmen untuk bersama-sama membangun komunitas lari di kota kecil yang menjadi salah satu satelit Surabaya itu. Mencari-cari nama yang tepat, mereka pun memutuskan mengambil nama sesuai nama Kotanya : Mojokerto Runners. Dan komunitas Mojokerto Runners pun sejak itu resmi terlahir dengan jumlah anggota 2 orang.

Membesarkan Mojopahit Runners

Komunitas tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya jumlah orang yang memiliki minat yang sama. Masalahhya adalah mencari orang dengan hobi yang sama atau memperkenalkan minat nyeleneh macam lari-lari malam luar ruangan pada masyarakat di kota sesederhana Mojokerto nyatanya memang merupakan perkara yang agak rumit. Umumnya, masyarakat percaya bahwa olahraga malam tidaklah sehat. Urban legend yang berkembang menyebut bahwa oksigen yang menipis di malam hari dapat mengganggu kesehatan jantung dan paru-paru yang sedang diforsir. Keyakinan ini membuat berlari malam-malam tampak seperti sedang mencari penyakit.

Lahir di tengah masyarakat yang demikian, Mojopahit Runners lantas lambat dalam berkembang. Sehingga 5 bulan pertama hanya dilalui oleh beberapa orang anggota yang datang silih berganti dan tidak pernah diikuti lebih dari 5 orang di jadwal lari rutinnya, malah lebih sering Big Bro Wiedho berlari sendirian. Setelah Bhayu tidak bisa mengikuti lari malam karena kesibukannya, berturut-turut bergabung Dodik, Yon, Irma, Hakam, Fian, Saiku, Fikri, Diki dan Ali. Dari beberapa anggota aktif ini pula lah, nama komunitas ini berubah menjadi Mojopahit Runners, dengan pertimbangan bahwa nama Mojopahit ini merupakan nama legenda kerajaan besar yang pernah ada di Kota Mojokerto ini.

Rasanya seperti seorang pelari pemula yang sedang melakukan marathon. Sepuluh kilometer pertama dilalui dengan semangat dan tiba-tiba saja semangat itu menjadi kefrustrasian ketika memasuki kilometer duapuluhan. Pikiran untuk berhenti mengembangkan komunitas ini pun sering muncul setelah lebih dari 1 tahun Mojokerto Runners berjalan, selain karena anggotanya tidak bertambah, juga dikarenakan anggota yang ada tidak bisa rutin hadir di jadwal MNR dan WNR. Kenapa harus buang-buang waktu menarik orang-orang yang apatis dengan olahraga malam untuk ikut MNR dan WNR. Tapi anggota yang ada rupanya belum berputus asa dan berusaha terus saling menyemangati untuk terus bermimpi bahwa Mojokerto Runners akan menjadi komunitas yang besar.

Jika ini adalah marathon, maka bulan Juli 2016 seolah-olah adalah kilometer tigapuluh mereka. Artinya garis finish terasa semakin dekat. Tinggal 12 km lagi. Energi boleh saja semakin terkuras dan kaki kram berkali-kali, tapi motivasi terus bertambah sebab Mojopahit Runners mulai dikenal. Anak-anak muda Mojokerto satu per satu mulai bergabung. Dan puncaknya pada malam tahun baru 2017, dimana untuk pertama kalinya komunitas ini mengadakan event New YeaRun dengan jarak 20.17 Km keliling Kota Mojokerto. Diluar dugaan ternyata peserta yang ikut meramaikan sebanyak 23 orang. Jumlah yang tidak sedikit bagi kami yang di tahun pertama mengadakan lari malam tidak pernah  diikuti oleh lebih dari 5 orang..

Tentang Monday Night Run dan Wednesday Night Run

Olahraga malam sebenarnya bukan hal baru apalagi tabu. Masyarakat modern di kota-kota besar semakin sibuk ketika pagi hingga petang dan hanya memiliki waktu luang di malam hari. Waktu luang itu seringnya digunakan untuk bersantai atau, bagi yang ingin menjaga tubuhnya bugar, pergi ke gym dan futsal center

Jika mitos olahraga malam itu benar tidak bagus bagi jantung sebab pasokan oksigen yang tidak optimal, maka kedua tempat olahraga itu harusnya diberi segel ilegal. Sebab bagaimanapun oksigen di dalam ruangan tentunya memiliki sirkulasi yang tidak sebagus di luar ruangan.

MNR dan WNR yang kami mulai pukul 19.30 WIB adalah wadah yang kami tawarkan kepada masyarakat Mojokerto yang suka berlari tapi terlalu sibuk di pagi harinya. Olahraga malam mungkin tidak sebagus olahraga pagi, tapi itu masih jauh lebih baik daripada tidak olahraga sama sekali.

Dan jika masih ragu dengan olahraga malam, kami masih punya agenda rutin Sunday Morning Run (SMR). Masih dengan rute yang sama dengan MNR dan WNR, tapi dengan jadwal pagi, yakni mulai pukul 6.00. Tidak hanya itu, SMR juga sesekali melakukan Trail Running ke gunung-gunung. Sangat cocok bagi yang ingin mencoba lintasan lari eksotis dengan kualitas udara yang tentu saja sangat jernih.

Bergabung dengan Mojopahit Runners

Di dunia yang keras ini tidak ada yang bisa kami tawarkan kecuali cinta tanpa syarat. Emhh, maksud kami, tidak ada syarat apapun jika ingin menjadi anggota keluarga Mojopahit Runners. Anda cukup membawa sepatu lari dan datang di agenda rutin MNR, WNR, atau SMR. Ajak sekalian semua teman yang Anda kenal yang Anda tahu juga suka berlari. Jangan minder sebab merasa pemula. Tidak ada atlit profesional di sini. Semua berlari karena hobi.